MENGENANG MATA YANG PERNAH TENGGELAM DALAM DUNIA MAYA
Sebagai penyaji, Sophiyah menjerumuskan pikiran penonton dalam bayang-bayang saat terjun di dunia maya.
Pertunjukan “Patron” karya Sophiyah yang disajikan dalam acara Salamonolog yang ke-6 di kota Surakarta berlangsung di Studio Plesungan pada pukul 19:45.
Sebagai pembuka pertunjukan, saya pikir Sophiyah memiliki ciri khas yang selalu sama dengan beberapa pertunjukannya yang lain,–yakni membaur dalam kerumunan penonton dan berinteraksi secara langsung dengan menyentuh, meraba, menarik, menempel, mendekat, dan hal lain yang berhubungan dengan kontak fisik.

Saya mengikuti beberapa karya Sophiyah, dan untuk pertunjukan kali ini ia masih menggunakan metode yang sama. Sebagai penonton yang duduk di depan, saya harus sedikit rela memutar-mutar posisi tubuh untuk melihat aksinya selama berinteraksi dengan penonton yang ada di belakang ataupun di samping-samping saya.
Bagi saya ini adalah hal yang cukup menarik dalam pertunjukan garapan Sophiyah. Karena saya melihat tubuh aktor yang berkeliling seolah ingin membuat penonton merasakan sedikit gelisah. Dalam bayangan kepala saya ini dilakukan oleh Sophiyah untuk menarik frekuensi agar penonton siap dengan sebuah pertunjukan yang akan disajikannya. Jadi semacam gimik yang dibangun sebagai jembatan agar penonton terjebak dalam ‘kegelisahan’ dan akan berlanjut untuk mencari jawaban dalam pertunjukannya ketika berlangsung.
Sayangnya pada adegan awal ini lagi-lagi terjadi kesalahan teknis dalam pertunjukan. Sebetulnya saya sendiri juga tidak sreg lagi untuk membahasnya, karena masalah teknis bukanlah hal yang sexy menurut saya. Bagaimanapun siapa yang akan menduga dan siapa yang mengharapkannya? Tetapi, di sisi lainnya saya melihat sesuatu yang berbeda timbul dari diri Sophiya ketika teknis mengganggu pertunjukannya untuk beberapa saat. Berkali-kali Sophiyah mencoba untuk berimprovisasi dengan hal yang tidak biasa. Di sini saya akan menggunakan bahasa “gelisah” karena pada saat hal ini berlangsung, saya melihat dan juga merasakan bahwa Sophiyah mampu mendatangkan kegelisahan baru pada penonton. Seperti mengelabui masalah teknis yang sedang berlangsung. Ini adalah hal gila menurut saya, Bagaimana tidak? Dalam gangguan teknis seperti ini Sophiyah justru melempar kegelisahan baru yang seolah hal itu menggantikan fokus para penonton agar tidak merasa jengkel. Saya juga melihat dan merasakan bagaimana Sophiyah membangun pola lantai yang menembus dinding hubungan antara penonton dan aktornya—seperti ketika dia mendekati dan duduk di sebalah saya, kemudian dia menarik tubuh saya lalu menjatuhkannya lagi, kemudian dia berpindah ke tempat lain dan melihat ukuran baju penonton, kemudian dia mengalungkan kaos pada penonton, dan lain-lain. Apa yang saya lihat ketika itu berlangsung?—adalah mata para penonton yang selalu melempar kecurigaan penuh terhadap Sophiyah, seperti tidak henti-hentinya membuat ketegangan baru selama teknisi dibenahi.
Saat semua stabil, Sophiyah lagi-lagi berhasil menarik benang antara penonton dan penyaji pertunjukan. Proyektor menyala dan dia memulai dengan bermain tebak gambar dengan petunjuk-petunjuk pada hal yang mendekati seperti kuis-kuis yang booming beberapa waktu yang lalu.
Saat ia berhasil menjawab justru kata-kata itu diulang-ulang dengan penambahan diksi yang saya pun juga sedikit jadi bingung, contohnya begini:
Kata kunci ‘tongkat’
Tongkat-kontak-tongkol
Kalimat ini diulang dengan irama yang cepat dan kemudian ia melakukan kesalahan penyebutan menjadi—k*ntol maka ia akan meludah dan menyalahkan dirinya sendiri, kemudian mengulanginya sampai benar, namun tidak benar-benar ada yang benar sampai berganti gambar dan kata kunci yang lain.
Kemudian lanjut pada gambar-gambar yang muncul di tubuhnya, hal ini cukup membuat saya terlena dan merasakan seperti benar-benar ada dalam dunia maya. Mata saya seolah bernostalgia untuk kegiatan yang baru saja saya lakukan di balik hp untuk men-stalking orang-orang di instagram.
Seperti muncul gambar Dian Sastro, maka Sophiyah mengingat—sudah memecahkan gelas tapi tidak ramai! Dan gambar band The Beatles—ia langsung menyanyikan salah satu lagunya. Masih banyak gambar yang muncul dan ia selalu menggambarkannya.
Adegan puncak yang membuat tubuh aktor terkunci adalah ketika visual ia men-stalking dirinya sendiri dibantu dengan video mapping yang ditampilkan di atas panggung sedangkan Sophiyah ada di belakangnya dan ikut membantu dalam penyimbolan. Dalam video yang ditayangkan terbagi beberapa bagian, mungkin lebih terkesan bagaimana perjalanannya dalam mempost foto-foto/data dirinya berujung pada perjalanannya menjual tubuhnya sendiri. Saya tidak terlalu yakin, tetapi dari penangkapan saya pada puncak ketika video berdandan dibalas dengan kemunculan tubuhnya yang menangis dan penembakan gambar buah apel yang dijilat-jilat pada posisi miss V perempuan. Pada bagian ini saya melihat seperti itu. saya punya catatan menarik untuk hal ini;
Barangkali salah satu strategi terbesar dalam menjual tubuhmu sendiri adalah dengan melemparkannya pada publik secara terang-terangan untuk dikonsumsi.
Seperti narasi dalam pertunjukan “Patron” ini, para stalker lebih doyan berhenti pada bagian pemandangan tubuh perempuan ideal, tubuh-tubuh yang didomestikasi, narsisme, sensualitas dll.
Data Pertunjukan:
Judul: PATRON
Teks: SOPHIYAH
PERFORMER: SOPHIYAH
VIDEO MAPPING: BAYU ROY PRADHANA, ALI YAFIE
SOUND DESIGNER: ALDO AHMAD
DOKUMENTASI: ERIK ZULI PRADITHA
VIDEO ILUSTRATOR: YOYOKON
Sudah baca yang ini?:
DUKUN-DUKUNAN DAN MATINYA KEPAKARAN
Distorsi, Realisme dan Surealisme dalam Monolog "Prita Istri Kita" oleh Teater Nasional Medan
Tumbuh dan Mekar dari Ceruk tak Berdasar : Catatan atas “Ra Hina” — Kinanti Sekar ...
Sajian Imaji Kebudayaan Anak-anak Zaman Now
Menikmati Perbincangan Till There Was You, Kompleksitas di Balik Kesederhanaan
Benda-Benda yang Menggerakkan Tubuh: Pertemuan Dua Migrasi
- In Transit: Meminjam Rangkaian Peristiwa - 10 Oktober 2020
- Param Kotjak: Suara-Suara yang Mendarat, Suara-Suara yang Melesat - 3 Desember 2019
- MENGENANG MATA YANG PERNAH TENGGELAM DALAM DUNIA MAYA - 14 November 2019