Tentang Dramaturgi: Syarat. Tuntutan yang Berlebihan. Seni Hidup.
Oleh : Elisabeth Schweeger*
Tulisan ini adalah materi Kuliah Umum tentang Peran Dramaturg dan Pengajarannya, disampaikan Elisabeth Schweeger dalam acara penghargaan The Marie Zimmermann Fellowship for Dramaturgy di Akademie Schloss Solitude Jerman pada Juni 2016.
Maafkan saya jika kemudian saya menggunakan bentuk feminin**. Semoga para pria tidak akan menentang saya meski hal ini biasanya cukup dipertimbangkan (sedikit kilas balik).
Dramaturgi: sebuah bidang yang luas. Ketika saya menjalankan Frankfurter Schauspiel, saya punya banyak dramaturg. Sepuluh di antaranya memiliki kekhasan masing-masing. Bersama-sama, sebagai tim, mereka adalah tim think tank yang bandel yang dibutuhkan bagi sebuah teater yang besar.
Saya merekapitulasi secara singkat apa-apa saja yang harus tersedia dalam dramaturgi dan ketrampilan mana yang saya harapkan ketika mempekerjakan seorang dramaturg. Daftarnya jadi panjang:
- Tahu soal sastra luar dalam. Bukan hanya naskah drama, tapi juga novel, puisi, sastra tingkat menengah, sastra sampah, sastra populer …
- Menunjukkan pengetahuan sejarah
- Membuat artikel/tulisan
- Menulis terjemahan
- Menyusun repertoar
- Membantu membangun tim
- Tahu bentuk media seni lain: film, TV, seni rupa, performance art, musik, tari.
- Bisa menyatukan seniman bersama mereka: sutradara, aktor, perancang panggung, musisi, bersama yang lain.
- Tahu soal keadaan teater berbahasa Jerman
- Punya jaringan
- Tahu soal keadaan teater di lingkup international
- Tahu soal para publiser dan editornya.
- Tahu soal hukum kontrak dan copyright
- Punya kemampuan mengorganisir
- Mampu bertangung jawab atas anggaran dan bisa membaca laporan keuangan
- Mencari dan mengajukan peluang kerjasama dan sponsorship
- Menjadi perantara bagi internal dengan eksternal, menyukai dunia penonton,
- Punya kemampuan pedagogik
- Bekerja secara terintegrasi dengan seluruh tim kerja
- Menjadi penggerak dalam tim
- Menulis press release, tahu soal promosi, dan punya pengetahuan grafis.
- Menyiapkan dan memimpin tahap reading dan diskusi
- Membangun konsep bersama sutradara
- Menyusun dramaturgi produksi pertunjukan
- Menjadi psikolog dan orang yang menyenangkan bukan hanya bagi aktor, sutradara, perancang panggung dan desain kostum, tetapi juga bagi direktur artistik, jurnalis, politisi dan semuanya.
- Bisa mendiskusikan banyak isu, bisa dikritik dan selalu penasaran.
- Memiliki kesadaran politik, memahami pertanyaan-pertanyaan terkini.
- Siap pada kekacauan/ketidakpastian.
- Tambahan, dia harus sesederhana seorang manusia, mencintai, suka mengamati banyak hal.
- Dan ia juga harus fanatik.
Jika tidak, dia tidak akan mampu melakukan semua ini.
Jadi, Dramaturg adalah seorang serba bisa, benar-benar fenomenal, karena satu orang mampu melakukan semuanya sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah 10 job desk berbeda dan Dramaturg masih harus juga membawa pengetahuan yang komprehensif tentang teater terkini. Hanya saja karena memahami batas diri maka konsultasi pada orang lain bisa memberikan bantuan sehingga kerja tim menjadi peluang nyata yang baik.
Dramaturg adalah perantara, seorang multitasker, seorang pemegang kunci!
Job desk seorang Dramaturg tengah berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir. Secara historis, seorang Dramaturg-dimana dulunya hanya para laki-laki-pada awalnya adalah seseorang yang menulis untuk pertunjukan teater dan seorang penasihat sarat pengalaman bagi pertunjukan teater.
Kemudian, oleh para Dramaturg seperti Horst Laube dan bahkan kemudian Marie Zimmermann, job desk nya telah meluas. Lingkup kerja itu telah mencakup pergesekan dengan bentuk seni lain dan membawa Dramaturg lebih dekat pada proses produksi. Mereka menjadi bagian integral dari manajemen produksi teater secara keseluruhan. Dengan jarak yang sangat kritis ini, mereka dituntut di satu sisi mengambil peran dalam produksi, kecenderungan artistik, dan pengembangannya semantara di sisi lain juga merepresentasikan kebutuhan konteks sosial politik baik di dalam maupun di luar pertunjukan. Dramaturg adalah jembatan penting di segala lini. jembatan antara konteks/topik sosial dengan cita-cita artistik, jembatan antara penulis dan sutradara, antara produksi dan teknologi, antara karya dengan masyarakat. Dramaturg adalah pemandu yang harus menemukan banyak bakat yang secara simultan menciptakan repertoar yang kontekstual dan menjanjikan serta sekaligus memiliki tingkatan tertinggi dalam pertanggungjawaban terhadap pengeluaran dana oleh masyarakat (sponsor, donatur, penonton – pen). Sang Dramaturg harus menciptakan ruang yang aman bagi proses kreatif, tetapi juga mampu menjalankan kontrak kerjasama dengan seniman, publisher dan rekanan lainnya. Dramaturg sama-sama bertanggung jawab terhadap daya tarik pertunjukan (misalnya berkaitan dengan konten dan strategi promosi), terhadap target puncak produksi termasuk kepuasan dari seluruh tim kerja yang terlibat (misalnya mengenai keterbukaan informasi dan transparansi atas seluruh keputusan produksi dan kebijakan menyangkut keoptimalan kerja). Dramaturg terlibat langsung di dalam keseluruhan proses latihan dari mulai penyusunan proposal naskah/projek sampai penugasan pada seorang sutradara atau tim artistik, pengembangan konsep, mengcasting aktor/performer dan sebagainya. Ia mengawasi proses produksi sejak jauh-jauh hari sebelum karya diluncurkan. Selanjutnya, ia akan mengkoordinir seluruh proses, menghitung biaya, membangun jaringan, dan di waktu yang sama bertindak sebagai manajer produksi yang tegas sekaligus menjadi psikolog penuh pengertian yang membuka mata dan telinga pada seluruh masalah dan kendala dan mampu memberikan jalan keluar.
Singkatnya, pekerjaan sehari-hari seorang Dramaturg sangatlah berlebih. Dan itu mesti dijalani dengan penuh semangat karena semuanya harus dikerjakan dalam waktu yang sama dan tetap saja, ia adalah, yang terpenting, sang kontributor, sang pemberdaya, sang konselor dan layaknya dokter kandungan terbaik bagi sebuah pertunjukan. Untuk hal ini, tentu saja orang lainlah yang mendapat tepuk tangan. Namun, menjadi seorang dramaturg adalah pekerjaan yang paling beda, menantang dan indah karena ia selalu harus berurusan dengan bermacam orang dan dengan tugas serta subyek yang berbeda-beda pula. Dramaturg dapat mengatur haluan agar bisa mengatasi batasan-batasan sosial dan artistik secara padu. Untuk menyelesaikan semua itu, seorang dramaturg membutuhkan, di samping pengetahuan-pengetahuan khusus, yang terpenting adalah kebajikan mendasar dari seorang seniman: keingintahuan, membaca, mengamati, berpikir, mendengarkan, berbicara, bertanya, penasaran, mencipta kontradiksi dan mampu menuliskan serta memiliki keberanian untuk menggunakan gagasannya dengan merdeka. Ditambah lagi, dia harus bisa bekerja di dalam dan bersama tim.
Apa yang mesti diperhatikan oleh pendidikan di bidang ini? Ia harus berorientasi masa depan dan interdispliner, untuk memperhitungkan pencapaian perubahan yang jauh di wilayah dramaturgi dan teater, menstimulasi keberanian untuk menjadi kontradiktif dan berpikir beda dengan yang lain. Proses pendidikan harus berusaha mencari tahu dan mengarahkan keahlian melalui latihan-latihan dalam sebanyak mungkin praktik dan juga menguji serta mempertanyakan teori melalui penerapan langsung. Pada akhirnya, para calon dramaturg harus paham bagaimana mentransfer topik yang relevan, estetika, dan struktur dari realitas sekitar menjadi produksi artistik. Ia musti telah menerima pengetahuan dasar dan wawasan akan segala kemungkinan dan keharusan dari manajemen teater, agar bisa mencapai posisi ideal dimana ia berperan bukan sekedar di tataran refleksi, tetapi sekaligus proyeksi. Dan dramaturg harus mampu melihat sampai ke balik ujung hidung semua genre teater (pertunjukan).
Janganlah mempelajari apa yang tidak mungkin, tetapi membangun ide bagaimana agar mungkin. Oleh sebab itu, pendidikan di bidang dramaturgi tidak boleh hanya mengajarkan mempelajari konten yang menyiapkan dramaturg bagi jenis teater yang sudah ada, tetapi juga untuk sesuatu yang belum diketahui, teater masa depan. Di samping pengetahuan atas karya-karya teater yang sudah ada berikut permasalahannya, sense politis atas fantasi dan tanggung jawab sosial harus distimulasi, pengetahuan akan kemungkinan artistik yang lain diperluas, dan sensibilitas terhadap sesuatu yang tidak konvensional dan tak dikenal dipertajam. Juga, kemampuan menerangkan target/tujuan dan mampu menjalankannya mengatasi hambatan-hambatan politis dan ekonomis dalam kelompok maupun masyarakat.
Akan tetapi, mengetahui teori saja tidaklah cukup. Dalam rangka memperdalam pemahaman teori, fokus utama pendidikan harus memberi peluang penerapan dan menyinambungkan apa yang dipelajari dengan pengalaman praktik dan proses-proses berkarya. Artinya, para dramaturg muda harus terintegrasi dengan proyek artistik sesegera mungkin, sekali waktu berikan mereka kesempatan terlibat dalam proyek artistik di lembaga lain di luar lembaganya. Diskusi awal dengan seniman dan lembaga lain berkenaan dengan kerangka kerja produksi mereka, akan memberdayakan mereka dalam membangun tim artistik yang kuat di masa depan serta membangun jejaring yang vital.
Visinya haruslah demi melatih dan mempersiapkan dramaturg untuk berhadapan dengan kebutuhan dan tantangan baru bagi teater sekaligus untuk bisa menjelajahi dan menemukan bentuk teater kontemporer yang baru. Dramaturg dengan demikian mewujudkan konsepsi manusia yang mana melekat pada teater-dan ini pada dasarnya masih berkomitmen pada gagasan humanistik bahwa manusia adalah semesta dan apa yang ada di sekitarnya serta apa yang ia peroleh adalah miliknya dan harus dihormati. Kerendahan hati (kekhidmatan) adalah bagian inti dari tugas ini. Dikombinasikan dengan kemampuan wacana yang berasal dari budaya “sangsi” yang konstruktif sebagai instrumen kerja yang esensial, teater akan dapat diakui senantiasa relevan secara sosial dan terus dikembangkan.
Di dalam bukunya Die Reise nach Armenien, Ossip Mandelstam berbicara tentang mata sebagai instrumen pikiran, cahaya menjadi daya, dan ornamen menjadi gagasan. Buku itu tentang “persahabatan, sains, gairah intelektual dan bukan tentang sesuatu”. Seseorang harus “selalu bepergian, dan tidak hanya ke Armenia dan Tajikistan”. “Kehormatan tertinggi seorang seniman (seakan-akan) adalah mengangkat/memainkan ia yang berpikir dan merasa dengan cara berbeda dengannya.” Dan dia menambahkan “Tapi mataku, yang terobsesi pada segala sesuatu yang aneh, tidak kekal dan cepat berlalu, hanya menangkap guncangan yang mencerahkan atas berbagai kemungkinan, ornamen floral dari kenyataan dalam perjalanannya”.
Dramaturg bisa memulai dengan motto. Tidak untuk menjadi seniman, tetapi pelancong dengan sensitivitas artistik untuk menangkap kenyataan yang penuh guncangan, mempertanyakan, memahami, menyampaikan dan mengagumi.
Terima kiasih atas perhatian Anda, dan selamat untuk peraih penghargaan..
**Dalam artikel versi bahasa Inggris, Elisabeth Schweeger menggunakan kata ganti “She” untuk menunjuk seorang dramaturg.
Artikel ini telah dimuat di https://schloss-post.com. Diterjemahkan oleh Ahmad Jalidu dan direpost di gelaran.id atas seijin redaksi schloss-post.com.
- Tentang Dramaturgi: Syarat. Tuntutan yang Berlebihan. Seni Hidup. - 12 Februari 2019