Pertunjukan Teater Karya Andy Sri Wahyudi “Puisi Energi Bangun Pagi Bahagia” dan Catatan Sejarahnya.
oleh : Ficky Tri Sanjaya
Teruntuk : Andy Sri Wayudi
Sejak kapan kau mulai berani menyalakan unggun api, yang belum padam untuk menuliskan sejarahmu melalui tangan, mata, daun telinga, dan keringat yang kau dapat dari karbohidrat, menjadi energi bangun pagi yang kau bawa dari kota ke kota? Semuga kau menemukan cahaya bulan di setiap kerjamu.
(Ficky Tri Sanjaya)
Andy, Kampung, Donat dan Kesenian
Sejak 2005 ketika masih duduk di kelas 2 SMA saya mengenal Andy Sri Wahyudi dari sebuah pertemuan udangan untuk mengikuti workshop pantomim yang diselenggarakan oleh Bengkel Pantomim, sebuah kelompok pantomim anak muda yang salah satunya di gawangi oleh Andy. Ketika itu workshop di selenggarakan di Rumah pelukis Joko Pekik dengan mengundang beberapa narasumber tokoh-tokoh pantomim, sontak pertemuan itu mencipta keajaiban-keajaiban lain setelahnya. Dari Workshop tersebut melahirkan karya-karya pantomim menggunkan picuan naskah bersumber dari sajak-sajak Andy, Romantika Daun Pisang 1&2 itulah pertama saya mengenal Andy dengan puisi-pusisnya. Andy dalam kelompo lebih banyak menyenangi dunia penulisan, menyusun kata adalah proses imajinatif lain baginya selain tubuh
Dari sanalah dia melibatkanku dalam proses hidupnya, kala itu di kampung (saat masih merasa punya kampung) seperti apa yang telah dia tuliskan dalam buku panduan pertunjukan, karya puisinya yang menuju teater dia menuliskan:
“ya setiap kali ada acara tirakatan tujuh belasan (hari kemerdekaan republik Indonesia) dan acara mabuk-mabuk’an bersama teman-teman sekampung atau teman-teman sekolah, ketika sedang berkumpul besama teman-teman di pinggir jalan atau pos kamling, semua teman bisa bermain musik dan bernyanyi bahagia. Sementara saya tak bisa bermain musik dan menyanyi, hanya puisi yang bisa saya sumbangkan untuk kebahagian bersama”
Memang begitu gaya Andy dalam ikut menghidupkan proses pertemanan dan kehidupan sosial di kampungnya, bahkan dikala itu sebelum kehilangan kampung kelahirannya, dia sedang memabangun cita-cita menghidupkan kelompok teater bahasa Jawa yang semua pemain adalah orang tua, pemuda, anak-anak di kampung Minggiran tersebut. Andy sudah merangcang panjang nasaf hidup teater bahasa Jawa tersebut, bekerjasama dengan pemerintah lokal dan pengusaha-pengusaha yang berdagang disekitaran kampung untuk saling menghidupi di kemudian hari.
Bahkan Andy merintis usaha berjulan Donat, usaha kecil-kecilan yang melibatkan muda-mudi kampung sekitar di depan rumahnya, serta dititipkan ke sekolah-sekolah setiap pagi hingga sore. Begitulah energi Andy dalam menyusun kekuatan bahagianya, siang dan sore hari dia belanja kebutuhan adonan dan memasak untuk makan bersama seluruh pekerja di pasar tradisional, di malam hingga larut dia memncampur adonan dan membuat bentuk donat bersama pekerja, menatanya ditampah dan memberi tepung seluruh adonanya. Larut malam ia bersantai mengobrol, kadang mebaca atau menulis dan tidur, di pagi hari iya bangun dan menggoreng beberapa adonan donat untuk segera dititipkan pada ibu-ibu. Dari banyak pertemuan-pertemuan bermacam orang itulah yang menghidupi cara bergaul, keberagaman bahasa, tema, cara bertutur dari puisi-pusi Andy, terkadang bisa naif, normatif, riang, sepi, nakal, kekanakan, kampungan, hangat dan keibuan, berbunga-bunga, semangat, lucu, aneh, janggal yang tumbuh dari peristiwa sehari-hari. Afrizal Malna mengatakan dalam diskusi peluncuran buku puisinya yang pertama diluncurkan “ Ibliz Imut dan Uh! Kamu nyebelin” dan “Ibu Aku Minta Dibelikan Mushala” (2012) kata-kata dari puisi-pusi Andy seperti lubang alternatif bagi jalan peralon untuk dialiri air, yang bisa mengalirakannya menuju keman-mana.
Cita-citanyanya berjalan namun berlum terwujud sepenuhnya kampung yang diacintai dan hidupi digusur lantaran sengketa tanah kepemilikan yang melibatkan aparat.
Puisi-Puisi Itu Membuatku Miskin 2007
Sebenarnya saya menulisakannya sambil tertawa geli dan cekikikan, entah apa yang dulu ada di kepala Andy, entah dia akan mengakui perbutanya atau tidak. Munkin lantaran banyak frustasi lantaran kampungnya digusur, serta memutuskan hidup bersanggar dengan kawan-kawan Bengkel Mime Theatre, yang tentu saja menuntut konsekwensi harus terus berpikir bersama untuk saling menghidupi, sebagai proses kehidupan yang lumrah dan proses kreatif kesenian berkelompok.
Dengan segala upaya untuk dapat saling menghidupi Andy bersama beberapa teman sehabis latihan proses penciptaan pantomim diteras Taman Budaya Yogyakarta terkadang sambil pulang mengamen puisi-pusinya di warung-warung lesehan Malioboro, tak jarang ada turis dari manca terutama jepang, Andy mulai bertingkah merayunya dengan membacakan sajak dalam bahasa wanita tersebut, tidak banyak memang yang didapat tapi cukup untuk jajan besama.
Suatu pagi ditembok dekat komputer dan jedela sanggar kami heboh akan perbutan tangan jahil Andy dia menuliskan dengan spidol kata-kata besar-besar huruf “ Puisi-puisi itu membuatku miskin” sontak semua teman langsung meledeknya, menertwakan bahkan ada yang memarahinya, selain karena mengotori ruangan dan tulisan hurufnya yang jelek, kata-kata tersebut membuat aura ruangan tersebut buruk. Kakan Andy sering meledeknya “tulisan sms aja jelek, apa lagi perbuatan orangnya.” Lantaran tak tahan diledek kanan kiri oleh teman-temanya, akhirnya Andy mencoret-coret kata-kata itu, mungkin malu atau marah. namun kemudian kehidupan berjalan normal kembali.
Buku puisi-puisi Andy dan Pertunjukan Teater
Sebenarnya peluncuran buku puisi dan pentas teater Andy sudah pernah dilakukannya. kala itu juga di pentaskan di beberapa kota namun tak seheboh sekarang “ Ibliz Imut dan Uh! Kamu nyebelin” dan “Ibu Aku Minta Dibelikan Mushala” (2012). Pementasan saat ini yang jumlah tur-nya panjang hingga 16 kota menjadi menarik sebagai sebuah peristiwa pertunjukan yang diusahakan dan diupayakan secara mandiri. Pementan teater dari puisi-puisi Andy saat itu sebenarnya juga akan dipentaskan panjang di beberapa kota, sebelum peristiwa naas pencurian tas yang berisi uang hasil pementasan dan semua barang-barang berharga Andy hilang, mengkadaskan perjalanan dan cita-cita menempuh kota lain. Syukurlah kali ini dapat diwujudkanya dengan kegembiraan.
Pertunjukan waktu itu dikemas teaterikal, dengan alur dan tokoh-tokoh yang lahir dari puisi-pusi Andy, dengan musik, tarian dan lagu, bentuk pertunjukanya minimalis dan dapat dibawakan mudah untuk pentas dimana-mana. Kekhasan Andy dalam setiap pertunjukannya adalah munculnya properti-propeti kecil dan kostum aneh yang terkadang tidak dipikirkan orang yang membuat kuat suasana pertunjukan, mesin jahit, dasi kertas, kapal kertas, semprotan burung, bendera merah putih, pistol, topeng batman, dinklik. Adegan-adegan dipenuhi dengan adegan drama sedih dan melankoli dari tokoh-tokoh yang disajikan serius penuh dengan kejenakaan.
Walaupun pementasannya saat itu kemudian berhenti lantaran peristiwa naas tersebut terjadi seusai pementasan di Semarang, namun begitulah Andy dia tidak akan penah menyerah dan akan bangun kembali bersama ke hidupan sehari-hari. Hal tersebut terbukti dengan digelarnya lagi pertunjukan teater dalam rangka peluncuran buku puisinya kedua“ energi Bangun Pagi Bahagia” 2016. Pertunjukan di gelar dibeberapa kota di pulau Jawa dan sekitaranya. Di Yogyakarta pertunjukan tersebut dilangsungkan bekerjasam dengan Whani D Projek, Omah Kebon pada 28-29 September 2016 pukul 20.00 WIB. Selain ada pementasan teater, lounching buku, juga ada diskusi bersama seusai pertunjukan.
Energi Andy sebagai koki memang tumbuh bersama pagi, sebagai mana sejarah membentuknya di kampung dulu. Energi Andy tumbuh bersama kehidupan sehari-hari pula yang mulai berjalan saat matahari terbit. Ada pepatah mengatakan “Jangan bangun siang nanti rejekimu di pathok ayam” Bukan hanya sekedar rejeki yang dimaknai Andy dalam setiap pementasaanya tetapi nilai dan kekuatan sosial budaya kota-kota kecil yang masih kuat menopang sendi-sendi kesenian bagi masyarakatnya secara mandiri. Selain menyampaikan salam pagi dengan energi bangun pagi dengan bahagia. “Tugas seorang pemimimpin adalah membuat rakyatnya bangun pagi bahagia” Salah satu puisi yang di wujudkan dalam pementasan teaternya.
Menurut apa yang saya lihat pertunjukan Andy bersama aktor Dinarto Ayub Maharani, Ahmad Ali Hasan, Jovanka Edwina Dameria Ametaprima, Ahmad Jalidu, dibantu oleh konsep bunyi Oscar, penata lampu Yanuar Edi Bentang, dan penata set dan properti Yudhi Bechak. Membawa alur pertunjukan yang disusun seperti cerita alur tutur biografi tokoh-tokoh sejarah. Malam itu tokoh yang hendak disampaikan adalah tokoh dari kalangan masyarakat biasa, pemuda yang biasa-biasa saja, yaitu Frank, Bob dan Bas.
Dengan kursi panjang yang muat untuk tiga orang, beberapa lampu plentong diatas menyusun reman panggung, batang dan daun pohon pisang yang menggantung memayungi aktor, daun-daun kering, dan genteng-genteng yang dapat diajak bicara di depan muka mereka. Ketiga tokoh tersebut mulai menulis sejarahnya di panggung. Alunan suara bunyi triangle mengantrakan Bob, Frank dan Bas membacakan puisi dengan latar kisah awal kemerdekaan, masa kekusaan Suharto dan saat ini. Meneriakan huruf-huruf melalui suara vokal dengan nada latang, pelan, ditambah gerak-gerak ritmis, kadang diselingi dengan lagu-lagu daerah, dan suasana yang naik turun, pelik mengikuti lorong sejarah, kekuasaan, pengkinatan, janji-janji, kehilangan, solidaritas, kisah cinta, dan perjumpaan.
Sungguh berisi kritik, satir, kegetiran, kelelahan, kejengkelan, menghibur, menyakitkan dan ironis jika pertunjukan dicerna secara serius. Banyak sekali yang ingin disampaikan dan diucapakan Andy dalam pertunjukan tersebut, sebenarnya lumrah seperti kehidupan sehari-hari yang ia temuai saat ini, banyak sisi dan bentuk. Terbuka sajalah dan sesuka kita mencerna dan mencerna energi bahagia yang disampaikan Andy, melalui mata, hidung, dengkul, kaki, rambut, alis, perut, tumit, jari-jari. “Itulah rakyatmu,” ujar Andy di akhir pemetasan, “Buatlah mereka bangun pagi bahagia.”
Apa yang telah dilakukan Andy bersama kawan melalui pertunjukan teater dari kota ke kota. Menjadi suatu peristiwa teater tersendiri, yang mengalir dan kuat, bahkan secara kreatif Andy mengganti bentuk-bentuk poster wajahnya dis sosial media dari genteng, pisang hingga wajan. Teater yang Andy bawakan menjadi sebuah peristiwa tersendiri yang mungkin membuat heboh kota-kota yang didatangi, usahanya dalam membangun dan menumbuhkan jejaring lokal dan menghidupi jejaring lokal yang semakin sepi digerus oleh modernitas dan kemajuan, dan hibah pendanaan seni serta gengsi tampil dalam festival di luar negri menjadi jendela baru bagi kesenian kita.
Andy bersama puisi dan teaternya membangun dan menghidupi peristiwa jejaring pertunjukan kota ke kota, dengan menawarkan pertunjukannya yang fleksibel keberbagai ruan aula disekolah, kampus, panggung konvensional, halaman kampung. Andy dalam diskusinya seusai pentas ingin membangun wacana bahwa seni pertunjukan tidak hanya menawarkan nilai estetis semata, namun menwarakan pergulatan, pertemuan, dialog, serta ruang kritis kecil disetiap perjumpaan pada peristiwa pertunjukannya. Andy mementaskan pertunjukan teater yang diambilnya dari Puisi-puisi karya-karyanya, saya membaca pewacaanaan Andy adalah sarana menumbuhkan gairah, dan menghidupkan peristiwa seni dari kota ke kota.
Selamat dan Sukses atas pementasanya Bung
Lam, Manies dari kerlip bintang
Baciro, 05 Oktober 2016