Minggu, Maret 16, 2025
BERITA

Kalibrasi Ulang: Kurasi Festival Teater Jakarta Timur 2022

[Panji Gozali]. Apa yang menjadi sebuah problema masyarakat teater di masa transisi pandemi kembali pada normal yang betul-betul normal? Barangkali pencapaian estetika perlu dihadirkan kembali pada sebuah wacana panggung menyoal gagasan yang gituh-gituh ajah.

Selama kurun waktu dua hari pada 23 dan 24 Juli 2022, Ikatamur (Ikatan Teater Jakarta Timur) melakukan kurasi FTJT (Festival Teater Jakarta Timur) dengan menghadirkan dewan juri Zainal Abidin alias Diding Boneng (Ketua Juri), Dr. Rachman Saleh, S. Sen, M. Sn. dan Malhamang Zamzam. Proses kurasi FTJT diikuti oleh 16 kelompok teater di Jakarta Timur: Sanggar TAU, Sun Community, Sanggar Ruang Condet, Kelompok Sandiwara Mantaka, SEKRA, Rawamangun Concept, Mata Art Community, KRS Community, Teater EXTRO, Teater Tukang, Lab. Teko, Teater Al Kautsar, Sanggar Teater Biru, Teater Sarung, Komunitas Tujuh dan Sparepart Theatre. Selama proses kurasi, hanya 12 grup teater yang lolos dan masuk ke fase babak penyisihan. Sanggar TAU (Jerit Tangis di Malam Buta karya Rolf Laucker), Sanggar Ruang Condet (Entong Gendut karya Beryl Gondrong), SEKRA (Pasar Malam Bojo karya Dhianita Kusuma Pertiwi) dan Sanggar Teater Biru (Pintu Tertutup karya Jean Paul Satre) adalah empat kelompok yang tidak lolos kurasi.

Kalibrasi Ulang adalah sebuah upaya Ikatamur melalui FTJT untuk mengukur dan menimbang kembali sebagai kiat memunculkan gagasan-gagasan baru paska pandemi menyangkut kualitas tontonan. Syahdan, gagasan dalam pencapaian estetika dan universalitas artistik menjadi novelty dalam tolak ukur yang digunakan. “Kadang kita melewati begitu saja pertunjukan yang sudah usai, tapi tidak untuk dipelajari. Harusnya, ada studi pada pencapaian estetika dari apa yang sudah kita buat,” kata Malhamang Zamzam saat sesi hasil pengamatan juri.  Maka, patokan dalam konteks pertunjukan menjadi perlu  untuk mengisi  ruang  dan pembaruan menjadi sangat penting ketimbang sekadar pengulangan semata.

Salah satu fokus dalam proses penjurian FTJT mengingat pentingnya mengisi ruang pertunjukan, sehingga interpretasi naskah menjadi sangat perlu dalam melihat representasi pengadeganan. Meski juga perlu dicatat, bahwa telah terjadi beberapa corak dalam lubang di tembok pentas terkait konseptualisasi dan visualisasi naskah. Meski secara terang bisa dirasakan,  terdapat  banyak  kegamangan  selama  proses  kurasi  menyangkut  keseluruhan pentas. Juri masih belum melihat gagasan visual artistik yang berhubungan secara tandas antara aktor dan cerita.

Hari Pertama, Sabtu 23 Juli 2022 (10.00 s/d 15.00 WIB)

Sesi I

Sanggar TAU mengundurkan diri; Sun Community sutradara Irfan Hakim dengan pentas 4.8-Psychosis karya Sarah Kane. Menariknya dari catatan penulis yang mengalami skizofrenia dan bunuh diri di sebuah rumah sakit dengan tali sepatu adalah tontonan ini berisi trauma-trauma kehidupan penulis dan ketidaksadaran kolektif, berusaha berkomunikasi dengan suara dan simbol gerak. Secara psikis, membuka ruang untuk kesadaran kolektif manusia pada shadow di balik topeng. Bahwa topeng selalu bisa manusia kendalikan, sedangkan shadow tidak. Metode pendekatan pentas ini dengan tubuh—Tadashi Suzuki— pembebasan tubuh dengan insting humanis dan mengejar energi panggung aktor; Sanggar Ruang Condet dengan pentas Entong Gendut karya Beryl Gondrong. Proses latihan menuju kurasi satu setengah bulan. Entong Gendut sang jawara Betawi dan tokoh lokal masyarakat Condet (1916), memimpin segerombolan orang untuk menentang penguasaan tanah partikelir orang Belanda dan punya kesaktian kebal. Sebagai seorang Jawara, Entong Gendut adalah orang yang berani menentang pajak kolonial dan berjuang bersama keluarganya; Kelompok Sandiwara Mantaka sutradara Reza Ghazaly dengan pentas Badak-Badak karya Eugene Ionesco. Munculnya serbuan badak-badak secara tiba-tiba ke dalam kota dan menimbulkan permasalahan, bisa saja digambarkan sebagai manusia yang secara naluri nafsu seperti binatang. Sarat akan kritik pada zaman dan peradaban manusia yang semakin pesat berjalan. Di sini, manusia sebagai subyek dari simbol absurditas Ionesco. Barangkali, pertunjukan yang karikatural adalah corak yang coba dimunculkan oleh Kelompok Sandiwara Mantaka dalam tontonan ini.

BACA JUGA:  Merajut Kembali Robekan Baju Siti Rukiah Melalui Performatif Mirat Kolektif
Sesi II

SEKRA mengundurkan diri; Rawamangun Concept sutradara Fajrin Yuristian dengan pentas Death and The Maiden karya Ariel Dorfman (terjemahan Ari Nurtanto). Dimainkan dengan struktur dramatik yang realis. Berkisah tentang trauma seorang aktivis perempuan pada kemiliteran Pinochet di Chili yang cenderung diktaktor. Poin utamanya, ada pada problem politik dan dampak psikologis manusia yang merepresentasikan bahwa Hak Asasi Manusia harus dituntaskan! Sarat akan kompleksitas psikologi tokoh-tokohnya, terdapat korelasi antara lakon-lakon dengan psikoanalisis Sigmund Freud—id (Paulina Escobar), ego (Dr.  Miranda)  dan  Superego  (Gerardo  Escobar);  Mata  Art  Community  sutradara  Ria Wijayanti dengan pentas Saat Lonceng Berbunyi karya Taufik Al Hakim. Menghadirkan tontonan dengan idiom kejawaan dan realis. Mahmud (55th), sedang menunggu kematian.

Sejatinya kematian adalah hal yang nyata. Layaknya para tahanan yang menunggu waktu untuk hukuman mati, tetapi untuk waktu hanya Tuhan yang tahu; KRS Community sutradara Johannes R. Wijaya dengan pentas Heart of Almond Jelly karya Wishing Chong. Naskah ini sudah diadaptasi oleh KRS Community. Sepasang suami-isteri yang berpisah pada hari jadi mereka yang ke-7 setelah banyak alasan—pekerjaan dan hidup tanpa seks—utamanya latar belakang tokoh. Tokoh isteri (Ratna), yang tadinya kaya lalu jatuh miskin karena ayahnya tukang judi, lantas ibunya pergi begitu saja. Sedangkan tokoh suami (Galih), adalah seorang laki-laki yang feminim dan sulit mendapatkan pekerjaan. Nilai utama pada naskah ini ada pada persoalan gender menyangkut peranan sosial antara laki-laki dan perempuan.

Hari Kedua, Minggu 24 Juli 2022 (10.00 s/d 15.00 WIB)

Sesi I

Teater EXTRO sutradara Hidayatullah dengan pentas Proyek Karya Singgih Aryo dan Adi. Cerita pada naskah ini merupakan salah satu potret kehidupan masyarakat masa kini, yang EXTRO proyeksikan pada pekerja proyek dengan rutinitas yang monoton. Nampak sebuah pengadeganan yang karikatural, tapi juga getir karena candaan yang dekat dengan masyarakat secara realis; Teater Tukang sutradara Rifki Pratama dengan pentas Waiting for Godot karya Samuel Beckett. Pentas ini coba diadaptasi oleh Teater Tukang ke dalam idiom keindonesiaan, memainkannya dengan absurd dan karikatural. Mengingatkan kembali pada manusia tentang apa artinya menunggu. Layaknya umat manusia yang menunggu-nunggu datangnya hari kiamat, Vladimir dan Estragon terus menunggu sampai alurnya berputar kembali; Lab. Teko sutradara Diah dengan pentas Aljabar karya Zak Sorga. Pentas ini dikaitkan dengan pendekatan matematis Aljabar dan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang saling terhubung. Kehidupan layaknya puzzle yang akan tetap sama. Isolasi dari kekecewaan dan kemarahan sehingga memunculkan masalah psikologis. Di sini waktu berjalan dengan lambat dan terbatas, sehingga ketika kita melihat dunia luar, semuanya terasa lebih cepat dan manusia meresponnya dengan cara yang berbeda; Teater Al Kautsar sutradara Ayu Wardianingsih dengan pentas Mawar Jingga karya Bambang Hidayat. Tontonan ini dimainkan dengan dark jokes, berlatar kekeluargaan. Sebagai sebuah catatan, naskah ini tidak menyuguhkan seksualitas, melainkan simbolisme ekspresif dari pengadeganan panggung.

BACA JUGA:  Workshop Menulis Bagi Perempuan
Sesi II

Sanggar Teater Biru dengan pentas Pintu Tertutup karya Jean Paul Satre. Naskah ini berlatarbelakang pada masa paska Perang Dunia I dan masa Perang Dunia II. Di dalamnya, eksistensialisme Satre turut terangkat. Bercerita tentang tiga tokoh yang terjebak di balik pintu dan seolah-olah ruang itu adalah sebuah neraka. Pemikiran ini mengacu pada stigma bahwa orang lain adalah neraka. Fenomenologi ini mendorong manusia untuk membentuk ruang pada pikirannya sendiri. Di mana eksistensi mendahului esensi, bahwa manusia hadir karena dirinya sendiri dan bukan dibentuk oleh lingkungannya; Teater Sarung sutradara Andi dengan pentas Bara karya Samuel Beckett. Pertunjukan drama radio yang memberi ruang imajinasi menjadi nyata dalam wujud pertunjukan. Menceritakan tentang sebuah keluarga yang mendapat tekanan dari suasana Perang Dunia II; Komunitas Tujuh sutradara  Anto Tengger dengan pentas HAH karya Putu Wijaya. Pertunjukan ini dimainkan dengan realis dan persoalan yang diangkat dekat dengan masyarakat. Tentang keluarga yang kumuh di sebuah desa. Sang ibu mengajarkan anak-anaknya untuk mencopet, bahkan melacur. Keluhan dari warga pun semakin besar dan mencaci keluarga itu. Komunitas Tujuh secara pengadeganan belum mengerucut pada teror mental sebagai sebuah konsep absurditas naskah HAH, tapi barangkali siasat ini digunakan untuk memunculkan kemungkinan-kemungkinan lain   dalam   menginterpretasi   naskah   Putu   Wijaya;   Sparepart   Theatre   sutradara Iyus Jayadibumi dengan pentas Kereta Kencana karya Eugene Ionesco. Di dalam tontonan ini, idiom tentang kereta kencana galibnya dibuat untuk putera mahkota dan tempat duduk merupakan sebuah kedudukan. Sparepart Theatre memfokuskan pandangan pada hubungkan kereta kencana dengan sebuah arti kedudukan. Setelah abad kenabian, tidak ada lagi manusia yang usianya sampai 200 tahun. Tetapi dalam tontonan ini, memunculkan seorang kakek yang usianya 200 tahun dan nenek yang usianya 180 tahun. Meski kereta kencana dan tempat duduk diidentikkan dengan seorang anak laki-laki, nyatanya kereta kencana tidak pernah sampai pada tokoh kakek dan nenek. Mereka hanya menanti, karunia seorang anak.

BACA JUGA:  JAGAD LENGGER FESTIVAL 2024: Memperluas Cakrawala Artistik dan Wacana Lengger Banyumasan
Panji Gozali
Latest posts by Panji Gozali (see all)

Panji Gozali

Muhammad Panji Gozali, lahir di Jakarta 1997. Ia adalah penulis dan sutradara teater. Sehari-hari bekerja sebagai pengajar di SMA Al Azhar 1 Jakarta. Panji adalah sarjana dan magister Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta. Karya tulisnya membentang dari puisi, cerpen, novel hingga buku non fiksi terkait sastra dan teater. Ia aktif di kelompok Teater Moksa dan menjadi salah satu pengurus Ikatan Teater Jakarta Timur.