Rabu, Januari 22, 2025
ULASANLintas DisiplinPertunjukan Musik

Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

[Frengki Nur Fariya Pratama]. Resah. Diksi itu semacam jadi alat gali beragam diksi gejala keserupaan suasana. Mungkin ragu-ragu, resah, risau, bahkan rusuh. Kondisi dimana sedang dalam selubung kebimbangan dan kebingungan. Seolah terlanjur berada di tengah jembatan rapuh dengan buaya yang siap mengintai di bawahnya. Citraan resah itu berusaha dieksplorasi oleh kelompok Fusi dalam kamp komposer di Katabunyi Forum 2024.

Dalam Pencarian

Uda Haryo (M. Hario Efenur), Kak Efi (Stefiani Maria), Daeng Iqbal (Iqbal La Galigo), Mbok Christie (Margaretha Christie Setiana), dan Mas Rahmat (Rahmat Hidayat) berkumpul meresahkan apa itu resah. Berbeda dengan Obbie Messakh yang mengaitkannya dengan semut merah dan Sekolah, bagi kelima komposer itu resah disepakati terhubung dengan diksi liar, hampa, gelisah, dan capek. Diksi itu dipilih sebagai objek eksperimentasi.

Ada objek, subjek, dan bermacam interpretasi. Keberagaman kebiasaan dan pengalaman musikal masing-masing komposer butuh ruang kesepahaman. Jembatan tafsir dibutuhkan untuk menghubungkan kelima perbedaan. Proses interaksi sangat dibutuhkan kala itu. Saat kali pertama mereka bertemu dan harus menyusun komposisi musikal bersama.

Rasa canggung pasti mendera pertemuan itu. Mereka saling memperkenalkan diri satu demi satu. Saling mengenal latar hidup, instrumen yang dibawa, dan ide apa yang akan disepakati. Sembari berkelakar untuk melepas tegang, canggung dan sungkan. Proses pencarian konsep bisa nyambung, tanpa hambatan. Rasa canggung yang mungkin masih tersisa, bikin penggalian terasa berliku. Menjelajahi otak, berusaha menemukan pantikan yang memungkinkan bisa diterima bersama. Kak Evi pun nyletuk agar fokus mencari ide dari permasalahan yang paling dekat dengan keseharian.

Gegara resah menentukan ide, justru resah itu sendiri yang jadi ide konsep komposisi. Muncul bagai wangsit yang datang dalam keheningan. Eksplorasi pun berlanjut untuk memperdalam interpretasi diksi resah dari masing-masing komposer. Uda Haryo pun mengajukan metode penggalian dengan sebuah permainan kecil.

Lingkar dialog itu pun berubah jadi arena permainan untuk merespon citra suasana dan rasa dalam imajinasi. Uda Haryo sebagai seniman yang dekat dengan eksplorasi vokal dari tradisi pasambah lewat Candasuara, menyebut proses interpretasi kata resah itu sebagai laku. Tawaran istilah laku dari Uda Haryo yang juga akan diwujudkan dalam siasat teatrikal dalam panggung.

image001 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Seorang komposer yang suka berkelakar itu mengawali eksplorasi diksi resah sebagai konsepsi kesadaran sumber bunyi. Bahwa dengan tata komposisi tertentu, suara dari tubuh juga bisa memenuhi unsur musikal. Selain instrumen musik, tubuh pun memiliki karakter musikalnya sendiri.

Keresahan yang hampir dirasakan setiap manusia itu pun dipakai untuk mendekatkan emosional antar komposer sekaligus tersepakati menjadi ide karya. Dari sanalah diksi resah, hampa, gelisah, liar, dan capek dicetuskan. Purwarupa karya komposisi yang memadukan unsur musikal dari tubuh dan instrumen musik berjudul Main Resah Yuk!

Dalam Penyusunan

Resah dalam kacamata para komposer jadi sebuah permainan eksplorasi efek bebunyian. Sebuah penggalian intens potensi bunyi yang muncul dari artikulasi diksi. Pemenggalan suku kata, intonasi, dan permainan citra emosi dalam diksi dipakai  membuat dinamika musikal dari oral (akapela), begitu pula ritme dinamika lewat instrumen musik.

Metode penggalian itu dipakai untuk mencari kesepakatan interpretasi dan keterhubungan pengalaman musikal antar komposer. Rujukan estetika yang mungkin saja saling bertolak, perbedaan gaya bermusik, perbedaan budaya, bahkan definisi apa itu musik, terkadang jadi gangguan dalam proses kreatif. Apalagi kolaboratif penciptaan komposisi musik di Katabunyi Forum 2024 yang diselenggarakan Kandhang Hybrid Art Space (4-7 Desember 2024) dengan waktu terbatas.

BACA JUGA:  Komunikasi Musikal ala Bhavana di Panggung Konsersium 15.11

Perbedaan yang pertama kali muncul adalah anggapan keharusan dari wacana tematik penyelenggara, yakni Membaca Visi Artistik Musik Populer di Tengah Budaya Kontemporer. Daeng Iqbal menduga keberadaannya di KataBunyi Forum 2024 berkelindan dengan popularitas berbagai karya musik pop berbahasa ibu ciptaannya di Sulawesi Selatan.

Agaknya, pada situasi ini, keberadaan tematik memunculkan kebimbangan para komposer menentukan lajur mana yang akan dipilih. Estetika eksperimental atau estetika atas cara pandang populis. Suasana berubah bimbang dan agak tegang lagi.

Dialog pun kembali digelar. Seolah sedang berada di pengadilan, tegangan musik populer dengan musik kontemporer coba direntang. Kebimbangan yang mendekam sebentar itu pun pudar.  “Toh, otoritas berada di tangan komposer” begitu kesepakatan mereka. Putusan tetap pada eksplorasi potensi bunyi diksi resah.

Beragam bentuk potensi bunyi diksi mereka eksplorasi dengan beragam artikulasi motif ritmis. Serupa lagu sedih yang berubah jingkrak manakala teronyak senggak kendang dangdut, yang bisa buat senam aerobik ala pemuda-pemudi RT seberang. Diksi resah pun diperlakukan demikian. Resah juga bisa dirayakan dengan gegap gempita.

Motif ini juga tak manasuka. Dipilih saat Daeng Iqbal main-main melodi gitar. Melodi itu yang ditangkap oleh para komposer lain. Saat dialog lingkar kecil muncul konsepsi bahwa manusia tak mungkin terbebas dari keresahan. Manusia hanya bisa memendam resah. Resah bisa ditawan dalam batin, lalu ditertawakan. Bahkan, resah juga bisa sebagai bahan  pacu dalam kehidupan. Keduanya saling bertumpuk, timbul-tenggelam, lalu muncul secara bersamaan.

Eksplorasi potensi motif emosi dianggap penting untuk memainkan dinamika musikal agar penonton tak terlelap tidur. Diperoleh karakter kasar yang chaos menggentak dan halusyang serasi mendayu-dayu. Suasana kontras dengan karakternya masing-masing jadi laluan memasukkan tawaran konsepsi. Sebab, begitulah alur pikir dalam musik konseptual. Hadir dari dari wacana atau konsep, lalu jadi sajian bebunyian.

Artikulasi diksi resah coba dimainkan memakai gender, perkusi, saluang, serunai, gitar nylon, dan bebunyian elektroakustik. Sebatas memanfaatkan instrumen yang masing-masing komposer persiapkan. Diksi resah mengalami artikulasi dalam bahasa instrumen musik. Proses penggalian bebunyian pun berlangsung. Tertuju pada potensi bunyi resah, masing-masing mencoba berdialog dengan instrumennya. Sembari mengawang, mereka saling lirik pandang. Saling usul dan saling isi ritme yang berpotensi mendukung konsepsi. Untuk yang satu ini memang membutuhkan waktu yang lebih berliku.

image002 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Siasat estetika dan tawaran wacana diramu dengan serius. Tak bertele-tele, namun tetap menjaga patokan impresi resah. Untuk keterjagaan impresi keresahan, rekaman suara diksi resah, gelisah, hampa, liar, dan capek, dipakai sebagai latar suara dalam pertunjukan. Siasat yang cukup efektif mengisi ruang-ruang transisi dalam dinamika yang dibangun.

Mbok Christie, komposer dari Bali diberikan kebebasan untuk meracik bagaimana menggaet impresi lewat elektroakustik garapannya. Mungkin terinspirasi saling sahut para penari kecak, kelima diksi lalu direkam. Kelima komposer diminta untuk melafalkan di depan kondensor dengan beragam intonasi. Proses diseminasi bunyi yang bakal jadi modal bikin polimeter untuk suara latar yang dihasilkan sequencer.

image003 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Suara kelima komposer ditata lapis demi lapis. Efek reverb, delay, dan kesan chaos dimunculkan untuk menyalurkan kesan resah yang menggema di kepala. Dua kelompok suara laki-laki disusun dengan sukad 2/4 dan perempuan dengan ¾, yang nanti sukadnya juga akan dibalik untuk mendapatkan kesan yang lebih kacau.

Apalagi ditambah timbre suara yang dihasilkan dari gender. Gema logam pukulan tak wajar Mas Rahmat menambah kesan kacau yang lebih gaduh. Antipoda keteraturan permainan gender yang seolah memberi gambaran gaduh ruang kepala. Pukulan bertubi dan pukul-seretan tabuh tanpa pelapis merah yangmenggesek logam wilah, seolah ingin memberi kesan terjadinya kekacauan.

BACA JUGA:  Membaca The Bagang, Membaca Orkestra Keseharian Misbah
image004 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Daeng Iqbal yang di sela-sela proses coba memainkan beberapa melodi gitar, lalu ditangkap sebagai bentuk lain keresahan. Lantunan petikan gitar nylon yang tenang dipakai sebagai laluan narasi keresahan dalam tenang. Begitu pula beberapa melodi-melodi eksplorasinya yang diambil untuk ritme permainan seluruh instrumen secara bersamaan. Di bagian ini saluang dan serunai Uda Hario masuk dalam mengisi dinamika permainan. Eksplorasi bebunyian resah dalam kelindan senang-marah, tenang-gelisah, serta kacau-teratur, sudah dipertemukan. 

image005 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Dramaturgi dan Hal-hal Yang Tak Pernah Usai

Kelompok Fusi yang bermain-main dengan diksi resah begitu menikmati proses yang mungkin saja tak akan terulang. Ternyata, susunan komposisi bisa dieksplorasi dari tafsir kosakata bahasa Indonesia ke dalam kosakata bahasa musik. Lalu, bagaimana dengan dramaturgi yang akan disepakati?

Berkat eksplorasi musikal dengan masing-masing instrumen, dramaturgi mulai tertata. Resah yang ditafsir dari dua tatap bentuk emosi, kacau-tenang, menjadi permainan dalam pertunjukan. Bak homo ludens yang suka main-main, pemain musik hanya memainkan olah bunyi dari oral organ tubuh. Berlagak antara sedang resah atau riang bermain, sembari bersahut-sahutan teratur mengucapkan diksi  hampa, resah, gelisah, liar, dan capek secara berulang. Sebuah siasat untuk mengunci imajinasi penonton agar menangkap petunjuk dalam menafsir sajian komposisi.

image006 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Pengaturan panggung pun direncanakan. Pemain akan memasuki ruang pertunjukan dengan teatrikal dengan memasuki ruang panggung dari beberapa penjuru. Setelah berjalan, sejenak para pemain akan berputar-putar di tengah panggung untuk memberi daya fokus kepada penonton. Lalu, sesuai urutan kemunculan bunyi instrumen, satu demi satu menata diri bersiap memegang instrumen mereka. Siasat yang strategis agar transisi tak terkesan lompat kodok.

Mas Rahmat yang pertama kali berada di depan instrumen gender bertugas memberi efek gaung dari wilah logam gender. Diksi-diksi keresahan terus menggema. Mbok Christie, Kak Efi, dan Daeng Iqbal juga menyusul bersiap bermain instrumen. Uda Hario sebagai pemain paling terakhir, bertugas memberi petunjuk memulai kesepakatan ritem bagi pemain lain.

image007 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Permainan teatrikal bebunyian oral itu memang sengaja dimunculkan untuk merepresentasikan keadaan tubuh manusia yang tengah resah dengan beragam aksen. Dari yang terlihat kacau hingga menjadi senang untuk mempertebal dua gambaran emosi. Resah dalam mimik putus asa dan senang, seolah tingkah lucu dan gemas anak kecil di depan cermin kaca. Pilihan konsepsi panggung itu yang terlihat bagai sekelompok pemain teater tengah berlatih main aksen pengucapan kata dan mimik wajah.

Bagian selanjutnya adalah artikulasi diksi resah dalam bahasa musik yang dihasilkan dari dialog musikal pukulan gender Mas Rahmat dan perkusi Kak Efi. Pukulan chaos dengan dinamika muncul-tenggelam diiringi suara latar mirip granular synth dari sequencer hasil diatur Mbok Christie. Pukulan berdentum floor perkusi seolah penanda dimulainya perang, juga muncul mempertebal kebisingan.

image008 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Daeng Iqbal pun menyusul dengan petikan harmonis gitar nylon yang dipegang. Sesekali, Serunai Uda Hario masuk di sela-sela petikan. Dinamika pun berubah cepat. Seluruh instrumen masuk dalam ritem yang sama. Lalu, bergradasi jadi lapis kacau dan tenang. Sembari mengatur sequencer, Mbok Christie bersenandung lirih, melafal merdu diksi yang sama.

image009 | Bermain Eksplorasi Bebunyian dengan Resah

Dinamika pun berubah jingkrak. Kali ini, seluruh pemain dengan pola ritem yang sama memainkan instrumen lebih bersemangat. Sequencer berubah lebih keruh hingga chaos. Lalu, diakhiri humming disusul pemain satu demi satu keluar panggung seolah jenuh, malas, capek, maupun unsur kelelahan lainnya.

BACA JUGA:  Melawat Kisah Sendu Melalui "Mesin" Waktu; Ulasan Pertunjukan "While You're Away"

Seiring melenggangnya para pemain instrumen, bunyi musik itu pun berangsur menghilang. Menyisakan sequencer yangtetap memutarkan diksi-diksi secara berulang, menghantui pikiran bagai doktrin yang terus berputar. Bunyi elektroakustik pun hanya menyisakan humming yang acak. Bunyi humming seolah lebih terasa putus asa dibanding olah diksi hampa, resah, gelisah, liar, dan capek, itu sendiri.

Dramaturgi komposisi itu seolah menatap tajam semesta keresahan manusia kontemporer. Perlu bernegosiasi dengan beragam keresahan dalam realitas yang begitu menekan. Komposisi kolase lapis bebunyian yang menandai lapis emosional manusia.

Resah dan tenang dilebur dalam purwarupa komposisi Main Resah Yuk! Dari kelompok Fusi. Peleburan yang juga dialami Mas Rahmat dari Solo, Kak Efy dari Tangerang, Daeng Iqbal dari Sulawesi Selatan, Uda Hario dari Bukit Tinggi, dan Mbok Christie dari Bali dalam mendobrak sekat teritori identitas. Mirip reaksi fusi, kelima komposer berlain daerah melebur jadi satu, lalu sama-sama menyatukan energi baru dalam karya.

Purwarupa komposisi Main Resah Yuk! dalam proses kamp komposer Katabunyi Forum 2024 seolah menjadi liturgi peleburan keresahan. Mengingatkan pentingnya negosiasi, atau juga disebut rekonsiliasi saat keresahan itu datang. Ingin menawarkan sebuah konsepsi resah tak mungkin musnah dari laku kehidupan. Rehabilitasi, negosiasi, rekonsiliasi, toleransi, dan seterusnya menjadi hal-hal yang tak pernah usai. Seolah-olah, ingin berucap “cobalah bermain akrab dengan keresahan!”.

Frengki Nur Fariya Pratama

Frengki Nur Fariya Pratama

Frengki Nur Fariya Pratama tertarik dengan kajian budaya dan sastra Jawa. Pernah mepresentasikan makalah berjudul “Supranasionalitas Kisah Si Kancil: Kajian Tematologis Cerita Kancil dalam Karya Sastra” dalam Literature and Ideas Festival (Lifes) 2021 Bertajuk Arab Asyiq Komunitas Salihara. Dan aktif menulis beberapa kajian adakemis terkait kontekstualisasi manuskrip Jawa. Karya ilmiah terbaru berjudul “Mistifikasi Masyarakat Jawa terhadap Pohon Beringin sebagai Upaya Konservasi Air Tanah dan Pencegahan Bencana Ekologis” dalam Jurnal Jantra Vol.17, No.1 BPNB Yogyakarta. Saat ini bergabung di Komunitas Sraddha Sala.