Sabtu, Desember 14, 2024
ARTIKEL & ESAIKepenarian dan Koreografi

Amanat World Dance Day 2020

Setiap tanggal 29 April, masyarakat tari dunia merayakan “Word Dance Day” atau Hari Tari Sedunia. Di setiap perayaan itu, ITI (International Theatre Institute) sebagai lembaga yang menaungi World Dance Day memilih satu tokoh berreputasi internasional untuk menyampaikan “World Dance Day Message” untuk disebarkan ke seluruh dunia. Berikut adalah amanat World Dance Day 2020 yang dikutip dari website international-dance-day.org dan dialihbahasakan oleh Nia Agustina dan Ahmad Jalidu.


World Dance Day Message

Gregory Vuyani Maqoma | Penari, Koreografer, Aktor dan Pengajar Tari dari Afrika Selatan.

Dalam beberapa wawancara akhir-akhir ini, saya harus berpikir lebih dalam tentang tari. Apa artinya untuk saya? Dalam tanggapan saya, saya harus melihat kembali perjalanan saya, dan saya menyadari bahwa ini semua tentang tujuan dan kehadiran sebuah tantangan baru yang perlu untuk dihadapi setiap harinya, dan melalui tari saya mencoba untuk membentuk kesadaran dunia.

Kita hidup melalui tragedi yang tidak terbayangkan, di sebuah waktu yang dapat saya deskripsikan sebagai era post-human. Lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan tari dengan tujuan untuk mengingatkan dunia bahwa kemanusiaan masih ada. Tujuan dan empati penting untuk menang dalam bertahun-tahun landskap virtual yang tidak terelakkan dari peleburan, yang memberikan peluang untuk membersihkan semesta dari kedukaan, kenyataan yang berat yang terus meresap, kehidupan dikonfrontasi kematian, penolakan dan kemiskinan. Tarian kita harus lebih dari sebelumnya, memberikan sinyal yang kuat bagi pemimpin dunia dan siapapun yang dipercaya untuk mengamankan dan meningkatkan kondisi manusia. Kita adalah tentara pemikir yang berapi-api, dan tujuan kita salah satunya adalah berusaha untuk mengubah dunia satu langkah dalam satu waktu. Tari adalah kebebasan, dan melaluinya kita menemukan kebebasan, maka, kita juga harus membebaskan orang lain dari jebakan yang mereka hadapi di sudut-sudut lain dari dunia. Tari tidaklah politis, tetapi menjadi politis karena membawa wataknya sebagai penghubung antar manusia, dan oleh sebab itu, tari merespon situasi dengan mencoba mengembalikan martabat manusia.

BACA JUGA:  Tradisi “Dibuang” Kemana? : Kegelisahan Yang Dibawa Penari Ke Atas Panggung

Selama kita menari dengan tubuh kita, jatuh di suatu ruang dan terjerat bersama, kita terpaksa bergerak menenun hati, menyentuh jiwa, dan menyediakan penyembuhan yang sangat dibutuhkan. Satu tujuan menjadi kepala ular naga, tari yang tak terkalahkan dan tak terpisahkan. Yang kita semua butuhkan sekarang adalah menari lebih sering lagi!


Tentang Gregory Vuyani Maqoma

Gregory Vuyani Maqoma mulai tertarik pada tari pada akhir 80an sebagai cara untuk menghindar dari perkembangan tensi politik di negara kelahirannya. Ia kemudian memulai belajar tari secara formal pada 1990 di Moving Into Dance dan kelak pada 2002 ia menjadi Associate Artistic Director di lembaga itu. Maqoma kini telah memantapkan posisinya sebagai seorang penari, koreografer, pengajar dan sutradara yang dikenal secara internasional. Ia kemudian mendirikan Vuyani Dance Theatre (VDT) pada 1999 sembari menjalani beaasiswa di Performing Arts Research and Training Shool (PARTS) di Belgia di bawah arahan Anne Teresa De Keersmaeker. Maqoma dihormati atas karya-karya kolaborasinya dengan seniman segenerasinya seperti Akram Khan, Vincent Mantsore, Faustin Linyekula, Dada Masilo, Shanell Winlock, Sidi Larbi Cherkaoui, Nhlanhla Mahlangu dan sutradara teater James Ngcobo.

Beberapa karya dan repertoarnya memenangkan beberapa penghargaan internasional. Diantaranya FNB Vita Choreographer of the Year pada 1999, 2001 dan 2002 untuk Ryhtm 1.2.3, Rhythm Blues and Southern Comfort. Ia meraih the Standard Bank Young Artist Award for Dance pada 2002. Maqoma adalah salah satu finalis pada the Daimler Chrysler Choreography Award pada 2002 dan di the Rolex Mentorship Programme pada 2003. Dia juga adalah penerima the 2012 Tunkie Award for Leadership in Dance. Pada 2014, ia menerima predikat “Bessie”di New York City’s Premier Dance Award untuk karya Exit/Exist untuk kategori komposisi musik asli. Ia lolos nominasi Rolex Arts Initiative 2016-2017 sekaligus juga mengkurasi Main Dance Program untuk The National Arts Festival 2017. Karya terkininya Via Kanana dan Cion: Requiem of Ravel’s Bolero tengah menjalani tour Afrika dan Eropa.

BACA JUGA:  BERGURU PADA ALAM: Dari Silek Minang ke Gumarang Sakti dan Tari Kontemporer Indonesia

Pada 2017, Maqoma dianugerahi penghargaan the Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres (Knigt of the Arts and Literature) oleh Pemerintah Perancis. Di 2018 ia dianugerahi the Inaugural Usiba Award oleh Departemen Seni dan Budaya Afrika Selatan untuk dedikasinya pada pengajaran tari. Pada 2018 ia terpilih untuk program Visiting Artists di Jurusan Tari Virginia Commonwealth University sekaligus sebagai Visiting Teacher di Ecole De Sables – Toubab Dialaw – Senegal. Maqoma adalah bagian dari panitia seleksi untuk Dance Biennale Afrique Festival di Masrakesh, Maroko 2020. 2018, Maqoma berkolaborasi dengan William Kentridge sebagai koreografer dan ditampilkan di opera karya Kentridge The Head and The Load yang dipentaskan perdana di the Tate Modern Gallery, London pada Juli dan dikelilingkan ke Jerman, Austria, Belanda hingga New York, Amerika Serikat.

Pada 2019, Maqoma berkolaborasi dengan Idris Elba dan Kwame Kwei-Armah dalam produksi Tree yang diproduseri oleh Manchester International Festival dan The Young Vic.


Donasi untuk gelaran.id

Tinggalkan Balasan