Maya Drama: Sebuah project pertunjukan virtual
Dua seniman muda yang berbasis di Yogyakarta mencoba menghadirkan sebuah eksperimen atas pencarian bentuk penikmatan pertunjukan yang lain. Irna NJ dan Maulana Mas akan menghelat pertunjukan dalam genggaman berjudul “Seorang Perempuan yang Dikutuk Mer(d)eka” pada Jumat, 11 September 2020 pukul 20.00 WIB. Perhelatan ini merupakan sebuah penjelajahan media dan pencarian alternatif bentuk seni pertunjukan dalam program #mayadramaproject : penjelajahan ruang virtual 1.0 yang diinisiasi oleh Rawartless. Dalam karya ini Irna NJ bertindak sebagai aktris, sedangkan Maulana Mas adalah sutradara dan penulis naskah.
Kedua seniman muda ini mencoba mempelajari tindak kekerasan seksual sebagai fenomena yang terjadi di masyarakat dalam dunia nyata dan maya, dan kemudian mempresentasikannya kembali dalam wujud sebuah karya pertunjukan dalam genggaman. Di dalam ceritanya Irna dan Maulana bersama tim #maydramaproject coba mengaduk hasrat-hasrat terbesar yang mendorong perilaku seorang manusia: gairah dan ketakutan. Meninjau kembali sudut pandang korban kekerasan seksual yang juga dimiliki oleh pelaku dan sebaliknya. Dengan mengusung semangat kemerdekaan kami coba menghadirkan seorang individu yang berkehendak untuk menentukan sendiri alur ceritanya, menciptakan sendiri persepsinya atas tindakan-tindakan yang diderakan kepadanya, menyusun sendiri semacam kemerdekaan yang dapat dinikmatinya.
Untuk dapat menonton pertunjukan ini, penyelenggara menghadirkan tiga varian tiket yang berbeda. mulai dari tiket level a seharga Rp. 75.000,00 mendapatkan akses pertunjukan, masker kain, dan totebag. Level b dibandrol dengan harga Rp. 35.000,00 untuk akses pertunjukan dan masker kain. Terakhir level c Rp. 25.000,00 untuk akses pertunjukan saja. Pada merchandise masker kain dan totebag Rawartless bekerjasama dengan seorang ilustrator bernama Arief Enpe yang berbasis di Jakarta untuk mendesain kedua item merchandise tersebut.
Tentang Rawartless
Rawartless adalah sebuah ruang yang diciptakan sebagai partner kerja kreatif bagi siapapun yang ingin menciptakan sebuah karya seni, mulai dari manajerial, pengarsipan, hingga proses penciptaan dengan output penikmatan digital. Rawartless berupaya untuk membantu mengembangkan sebuah gagasan mentah milik pengkarya untuk di eksplorasi bersama dalam konteks pendistribusian karya yang dikelola secara mandiri. Rawartless sendiri terbentuk pada bulan juli 2020 di Bantul, Yogyakarta.
Tentang #mayadramaproject
#mayadramaproject adalah sebuah program yang diinisiasi oleh Rawartless dalam rangka penjelajahan media dan pencarian alternatif bentuk seni pertunjukan. Kali ini Rawartless bekerjasama dengan Pondok Pesantren Kaliopak, Snooge, dan Yezmua dalam menyelenggarakan #mayadramaproject yang pertama ini. Karya yang ditampilkan kali ini adalah sebuah pertunjukan dalam genggaman berjudul “Seorang Perempuan yang dikutuk Mer(d)eka”. Pertunjukan ini mengisahkan tentang jalan hidup seorang perempuan yang tanpa sengaja mendapatkan “kemerdekaan” yang selama ini diidam-idamkan banyak perempuan diseluruh dunia.
Tidak hanya melakukan penjelajahan artistik untuk kemudian menemukan konteksnya pada ruang digital, namun dalam perjalanan prosesnya tim #mayadramaproject bersama dengan dua seniman muda ini juga melakukan penjelajahan data dan ruang virtual agar menjadi satu kesinambungan ketika diletakkan pada posisi penikmatan digital. Pada konteks penjelajahan data, tim melakukan beberapa eksperimen di sosial media yang kemudian hasil eksperimen itu dipaparkan dan dikembalikan kepada pengguna sosial media. Salah satu yang tim #mayadramaproject lakukan adalah mengundang beberapa responden secara acak untuk diberi beberapa pertanyaan mengenai isu yang sedang diangkat kali ini dalam bentuk video wawancara jarak jauh.
Tentang “Seorang Perempuan yang Dikutuk Mer(d)eka”
Seorang Perempuan yang dikutuk Mer(d)eka adalah sebuah teks hasil intertekstualisasi beberapa fakta dan fiksi seputar kekerasan seksual. Kami mencoba mempelajari tindak kekerasan seksual sebagai fenomena yang terjadi di masyarakat dalam dunia nyata dan maya, dan kemudian mempresentasikannya kembali dalam wujud sebuah karya pertunjukan dalam genggaman.
Perempuan adalah objek yang kerap menarik. Selalu mendapatkan sorotan atau boleh dikatakan lebih menarik perhatian daripada laki-laki. Baik dalam segi visual, maupun aktivitas apapun yang jika itu disandang oleh perempuan maka akan mengundang antusias yang lebih tinggi bagi netizen. Sekilas kalau kita perhatikan video-video yang banyak beredar di dunia maya, sebagian besar menjadikan perempuan sebagai objek tontonan utama. Tidak luput juga yang kemudian jadi pusat perhatian adalah perjuangan-perjuangan tentang perempuan : emansipasi dalam hal karir, Hak asasi, Kemerdekaan berpenampilan, bahkan hingga penolakan Perempuan sebagai ikon seksualitas. Segala kabar tentang perjuangan perempuan silang sengkarut dalam keseharian layar kaca kita hari ini.
Kali ini mari kita kerucutkan pada salah satu yang paling hangat akhir-akhir ini: kekerasan seksual. Pernahkah kita bertanya apakah sebenarnya suatu tindak kekerasan seksual itu? Lalu pada batasan-batasan apa suatu tindakan seksual bisa berubah menjadi tindak kekerasan seksual? Misal saja, bukanlah tindakan seksual (ciuman, pelukan, hubungan intim) yang dilakukan seorang laki-laki pada seorang perempuan yang pernah menjadi pacarnya lalu pergi meninggalkannya demi perempuan lain itu lebih massive dan menyakitkan daripada tindakan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki cabul kepada seorang perempuan asing ? Dari sini dapat kita pahami bahwa batasan dimana suatu tindakan seksual berubah menjadi kekerasan seksual adalah pada persepsi dari korbannya atau si perempuan itu. Kemudian karena itu muncullah kumpulan laki-laki jago silat lidah yang memanfaatkan ambiguitas batasan tersebut dengan bualan terbaiknya serupa mahakarya sastra. Lantas, yang mana yang kejahatan sebenarnya? Entah siapa diantara kita yang bisa menjawab.
Tentang Seniman
- Maulana Mas tidak sengaja mengenal teater sejak tahun 2011. Kini sembilan tahun perjalan berteaternya tengah berlabuh di bangku kuliah Jurusan Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Disana ia mencetuskan bahwa dirinya adalah seorang penulis dan sutradara. Beberapa Naskah Drama yang telah dikerjakannya diantaranya : “A Perfect Dinner” (2015), “Carnivora Pertama” (2015), “Insect Insting” (2016), “Jam Dinding Dan Seisi Rumah” (2016), “Kadung Tresno” (2020), dan lain-lain. Begitupun beberapa Pertunjukan pernah disutradarainya seperti : “Jam Dinding dan Seisi Rumah” (2017), “Lingkaran Kapur Putih” (2018), “Interupsi Jambal Roti” (2019), “BLACKBOX” (2020) dan entah karya-karya apa lagi yang akan dihasilkannya nanti. Baginya, terlepas dari beragam rupa medianya Teater adalah core atau processor dari suatu sistem laku yang melahirkan peristiwa yang bersifat estetik; Sebentuk Catalyst dalam sebuah sistem sosial yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya keterasingan dalam diri manusia.
- Irna NJ merupakan seorang seniman muda yang memilih seni peran sebagai fokus dalam medium berkarya. Ia tergabung dalam Saturday Acting Club yang merupakan sebuah komunitas untuk para aktor yang mencintai, hidup, dan menghidupi seni peran. Irna juga menjadi seorang performer di Kolektif Sudah Pekak Sakit Lagi. Beberapa perjalanan irna dalam dunia kesenian antara lain : pementasan “kapai-kapai” karya Arifin C. Noer (2013) sebagai aktor bersama teater awal garut dalam Hibah Seni Keliling – Yayasan Kelola, performer di “Soliloquy” (2016) bersama Pegiat Budaya Teater 2016 di Auckland, Selandia Baru, menjadi aktor dalam pementasan “Sampai Depan Pintu” karya Whani Darmawan (2017) dalam Festival Monodrama Nusantara (Indonesia, Malaysia, Singapura), Menjadi aktris dalam film “In The Name of cie” sutradara Hernandez Saranela (2020) dalam seleksi lift-off global network session Film Fest Britain 2020.
Anwar Sugiharto & Maulana Mas
Rawartless | rawartless@gmail.com | +62 831-0404-4178