Selasa, Juli 1, 2025
BERITA & FEATURE

Pekan Budaya Difabel 2024 Wujudkan Sosial Inklusif dan Buka Ruang Suara Bagi Difabel

[Wachid Hamdan]. Yogyakarta yang sudah dikenal sebagai kota budaya dan kampungnya para orang belajar barang tentu bisa disebut menjadi potret intelektualitas dan ruh seni yang bersatu. Difabel yang kerap menjadi kalangan yang terpinggirkan pun oleh Yogyakarta diberi ruang dalam gelaran “Pekan Budaya Difabel,” yang mana kegiatan ini patut menjadi simbol nyata inklusifitas yang menjadi kesadaran bersama antar masyarakat di Jogja.

Pekan Budaya Difabel (PBD) 2024 yang digelar pada 3–7 Desember di Lapangan Minggiran, Kecamatan Mantrijeron, Yogyakarta, menjadi panggung istimewa untuk menampilkan suara, cerita, dan karya para difabel. Dengan tema “Gayeng Regeng,”  acara ini memberikan ruang inklusif yang tak hanya merayakan seni dan budaya, tetapi juga menegaskan pentingnya mendengarkan aspirasi difabel sebagai bagian dari masyarakat yang setara.

Mengusung tema “Gayeng Regeng,” pada gelaran PBD 2024 ini, menjadi sebuah proses perjalanan enam tahun agenda ini berlangsung. Di mana penyelenggaraannya sebagai wujud komitmen dalam menjadikan Yogyakarta sebagai kota inklusif. Koordinator acara, Broto Wijayanto, menjelaskan bahwa tahun ini PBD kembali berpindah lokasi, kali ini digelar di Lapangan Minggiran, Kecamatan Mantrijeron, setelah sebelumnya diadakan di Bantul dan Sleman.

“Kami ingin menjangkau lebih banyak masyarakat dan menunjukkan bahwa semangat inklusi dapat tumbuh di mana saja,” ungkapnya pada 4 Desember 2024.

Suara Difabel dalam Harmoni “Gayeng Regeng”

Tema “Gayeng Regeng,” yang berarti semarak dan penuh semangat, menjadi gambaran jelas tentang semangat kebersamaan dalam keberagaman. Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa PBD 2024 adalah simbol Yogyakarta sebagai kota inklusif. “Nilai inklusi dalam PBD 2024 mencerminkan penghormatan terhadap perbedaan dan keragaman,”ujar Dian.

Acara ini tidak hanya menjadi ajang seni, tetapi juga platform bagi difabel untuk menyuarakan harapan dan memperjuangkan kesetaraan. Melalui pementasan seni dan diskusi budaya, suara-suara difabel yang selama ini kerap terpinggirkan menjadi lebih terdengar, menciptakan ruang dialog yang memperkuat rasa saling menghargai.

BACA JUGA:  PESTA BONEKA #8 DAN INGATAN-INGATAN ATAS PERJUMPAAN

Beberapa pementasan menunjukkan semangat difabel untuk menyuarakan isu difabel, lingkungan, sosial, dan sebagainya. Sebut saja saat pementasan wayang oleh Kevin Aditama seorang difabel netra yang sukses menyugguhkan pewayangan dengan tema “Ontoseno Rabi,” yang di sela cerita ia turut menyisipkan pesan moral terkait kesetaraan hak bagi difabel.

“Kami sebagai kalangan difabel juga perlu diberi ruang untuk berekspresi. Lewat gelaran acara pekan budaya difabel inilah kami dapat membuktikan kualitas kami. Sukur-sukur acara ini bisa dilangsungkan tidak hanya setahun sekali,” ujar Kevin disela menainkan lakon pada 4 Desember 2024.

ART01056 | Pekan Budaya Difabel 2024 Wujudkan Sosial Inklusif dan Buka Ruang Suara Bagi Difabel

Karya Sebagai Ekspresi Suara Difabel

Ragam penampilan dalam PBD 2024 menjadi bukti bahwa difabel memiliki kreativitas luar biasa yang layak diapresiasi. Tari Angguk oleh kelompok Sripanglaras dari Kulon Progo membuka acara dengan memukau. Di hari kedua, dalang difabel netra, Ki Kevin Aditama, menampilkan lakon Ontoseno Rabi dengan cara yang menggugah. Dengan bantuan pengerawit Gita Raras, penampilan Ki Kevin menjadi medium untuk menyampaikan pesan kesetaraan dan kritik sosial, termasuk soal rumor penghapusan PBD di masa mendatang.

“Kami sebagai difabel ingin didengar dan diberikan ruang untuk berkreasi. PBD ini bukan hanya ajang seni, tetapi juga simbol penghargaan terhadap kami,” ujar Ki Kevin. Kritik yang ia sampaikan lewat wayangnya mempertegas bahwa PBD adalah wadah penting bagi difabel untuk berbicara melalui seni.

Berbagai karya lainnya, seperti tarian dari SLB N 1 Bantul, komedi dari Deni Stand Up, dan paduan suara Purnakawanita, menyuarakan pengalaman hidup difabel dengan cara yang indah dan menginspirasi. Semua ini menunjukkan bahwa seni adalah media yang mampu menjangkau hati masyarakat, sekaligus menyuarakan pesan inklusivitas.

MKR00149 1 | Pekan Budaya Difabel 2024 Wujudkan Sosial Inklusif dan Buka Ruang Suara Bagi Difabel

Mewujudkan Ruang Temu yang Inklusif

BACA JUGA:  Kepermaian Pantomim Jemek Supardi Lewat Tubuh Septian

PBD 2024 juga menjadi ruang dialog antara difabel dan masyarakat umum. Melalui workshop seni yang mempertemukan siswa SLB dan siswa umum, serta kolaborasi pentas bersama, nilai inklusi diperkenalkan sejak dini. Selain itu, sinergitas UMKM juga terwujud dalam acara ini. Stand kuliner, kerajinan, dan produk lokal seperti batik karya difabel dan Kafe Susu Tuli menjadi simbol kolaborasi ekonomi yang inklusif.

Broto, koordinator acara, menyatakan bahwa PBD 2024 bukan hanya tentang difabel, tetapi juga bagaimana masyarakat umum ikut merasakan semangat kebersamaan.

“Konsep gayeng regeng dalam PBD 2024 menjadi harapan agar seni dan karya difabel diapresiasi tanpa sekat,” ujarnya.

Antusiasme masyarakat yang hadir di PBD 2024 menunjukkan bahwa ruang suara difabel mendapat tempat yang pantas. Yeni, salah satu penonton pada 4 Desember 2024, menyampaikan kekagumannya, “Saya merasa haru dan bangga. Penampilan difabel membuktikan bahwa seni adalah milik semua orang.”

Sementara itu, Marmi, penonton lainnya, menyatakan, “Ki Kevin menunjukkan bahwa meski ada keterbatasan fisik, kualitas seni yang ditampilkannya tetap luar biasa. Saya bangga menikmati karya mereka.”

MKR09831 | Pekan Budaya Difabel 2024 Wujudkan Sosial Inklusif dan Buka Ruang Suara Bagi Difabel

Ruang Suara Difabel untuk Masa Depan

PBD 2024 telah memberikan ruang bagi difabel untuk mengekspresikan diri, menyuarakan aspirasi, dan berinteraksi dengan masyarakat luas. Namun, acara ini juga menjadi pengingat bahwa ruang inklusif seperti ini harus terus diperluas. Kritik yang disampaikan melalui seni, seperti oleh Ki Kevin, menjadi refleksi bahwa dukungan terhadap difabel bukan hanya soal acara, tetapi tentang keberlanjutan inklusi dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui PBD 2024, Yogyakarta sekali lagi menegaskan komitmennya sebagai kota inklusif. Suara difabel yang bergema di Lapangan Minggiran selama lima hari ini adalah bukti bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan bahwa setiap individu layak didengar serta dihargai!

BACA JUGA:  Paradance Platform Menginisiasi "Koreografer Menulis" 2022
ART00539 | Pekan Budaya Difabel 2024 Wujudkan Sosial Inklusif dan Buka Ruang Suara Bagi Difabel
Wachid Hamdan

Wachid Hamdan

Akrab dipanggil Wachid Hamdan, merupakan pribadi yang gemar menulis. Saat ini sedang menempuh studi S1 jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga. Selain itu, merupakan anggota UKM Al-Mizan Yogyakarta dan Ketua Grup Hadrah Sayyidussadat Yogyakarta. Menulis cerpen, esai, opini, dan berita menjadi kegiatan yang sampai hari ini masih ditekuni. Karya-karya penulis dimuat di mojok.co, solidernews.com, duniasantri.co, anakpanah.id, dan kompasiana.com. "Menulis adalah membangun kesejatian jiwa."